Komisi III DPR Serap Aspirasi 29 Elemen Masyarakat dalam Penyusunan RUU KUHAP

Komisi III DPR Serap Aspirasi 29 Elemen Masyarakat dalam Penyusunan RUU KUHAP

Proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terus bergulir dengan melibatkan berbagai pihak. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari dua puluh sembilan perwakilan elemen masyarakat terkait pembaruan KUHAP. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk menyusun regulasi yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan hukum masyarakat.

Keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam proses legislasi ini patut diapresiasi. Pasalnya, KUHAP sebagai instrumen hukum yang mengatur proses peradilan pidana memerlukan pembaruan agar sesuai dengan perkembangan zaman. Selama ini, banyak pihak mengkritik beberapa pasal dalam KUHAP dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, terutama dalam hal perlindungan hak asasi manusia, transparansi proses hukum, serta efektivitas penegakan keadilan.

Masukan dari berbagai kelompok masyarakat diharapkan dapat memperkaya substansi RUU KUHAP.

Beberapa isu krusial yang sering diangkat antara lain terkait dengan penyidikan, penahanan, serta proses persidangan yang lebih adil. Selain itu, ada juga usulan agar KUHAP yang baru dapat lebih memperhatikan hak-hak korban kejahatan, termasuk perlindungan bagi saksi dan korban kekerasan. Dengan demikian, produk hukum yang dihasilkan nantinya diharapkan tidak hanya memenuhi aspek kepastian hukum, tetapi juga keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Proses penyusunan RUU KUHAP juga mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Mereka menekankan pentingnya harmonisasi antara KUHAP dengan undang-undang lain yang terkait, seperti Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban serta Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sinergi antarperaturan ini dinilai penting untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang terintegrasi dan efektif. Selain itu, beberapa pihak juga mengusulkan agar KUHAP yang baru dapat mengadopsi prinsip-prinsip hukum modern, termasuk pemanfaatan teknologi dalam proses peradilan.

Di tengah berbagai masukan yang masuk, tantangan terbesar bagi Komisi III DPR adalah bagaimana menyaring dan menyeleksi usulan-usulan tersebut agar dapat diakomodasi dalam draf RUU tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum acara pidana. Proses ini memerlukan ketelitian dan kehati-hatian, mengingat KUHAP merupakan salah satu undang-undang yang sangat fundamental dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu, DPR perlu memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan benar-benar berdampak positif terhadap penegakan hukum di tanah air.

Harapannya, melalui proses partisipatif seperti ini, RUU KUHAP yang dihasilkan nantinya dapat menjadi instrumen hukum yang lebih adil, modern, dan mampu menjawab tantangan di era kontemporer. Masyarakat pun terus menanti dengan harapan besar agar pembaruan KUHAP ini dapat membawa perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dengan demikian, upaya penegakan hukum ke depan dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan berkeadilan bagi semua pihak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *